HARIANSUMEDANG.COM – Air Bendungan Jatigede surut, insfrastruktur yang tenggelam menjadi timbul kembali, termasuk Jembatan Cisurat.
Jembatan ini pernah menjadi saksi betapa dekatnya jarak antara Kota Darmaraja dengan Kota Wado.
Dengan kendaraan umum, jarak tadi bisa ditempuh tidak lebih dari 10 menit. Berbeda dengan sekarang antara dua kota itu ditempuh lebih dari 30 menit.
Sebelah utara jembatan Cisurat adalah satu desa yang total tergenang, yakni Desa Leuwihideung.
Baca Juga:
Koptan Citra Mandiri Desa Cilopang Kecamatan Cisitu Butuh Lagi Bantuan untuk Embung di Blok Keramat
Empat Program Strategis Untuk Lebih Mendongkrak PAD Dari Pasar Tanjungsari
Di desa itulah, satu situs sejarah penting menjadi lumpur. Sebuah kampung tempat awal berdirinya Kerajaan Tembong Agung.
Satu kerajaan yang didirikan oleh Raja Prabu Guru Adji Putih beristrikan Nyi Mas Dewi Nawangwulan yang dikenal sebagai Ronggeng Sadunya.
Kerajaan Tembong Agung benih dari Kerajaan Sumedang Larang. Di Desa Leuwihideung, puluhan makam purba menjadi hancur.
Ketika Bendungan Jatigede menjadi surut, sebagian saksi sejarah seolah menampakan diri kembali.
Baca Juga:
Sekelumit Romantika Karir Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Paseh H. Asep Saefulloh, S.Ag
Poktan Sri Mekar Jaya Desa Keboncau Kecamatan Ujungjaya Dapat Bantuan Duakali Dalam Setahun
Surat Dari Seorang Tua Siswa Untuk Bapak Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara
Mereka seolah berbisik, ” Biarlah kami tenggelam, namun jangan biarkan nasib eks masyarakat di dalamnya menjadi miskin di kampung lain.”
Mereka pun seolah berharap, ” Genangan ini adalah genangan air mata yang harus segera menjadi genangan berharga. ”
( Tatang Tarmedi ) ***