HARIANSUMEDANG.COM — Hari Jadi Sumedang ke-446 tahun 2024 sedikit berbeda dari sebelumnya, Pemkab memberikan penghargaan kepada seniman pemberi inspirasi.
Ternyata, sosok Mang Koko yang terpilih pihak panitia, karena dipandang lagu Sabilulungan telah memberikan semangat dalam bekerja dan bergotong royong bagi para pegawai.
“Alhamdulilah, tidak bisa diucapkan dengan kata kata dan bersyukur sekali lagu sabilulungan dapat pengakuan dari Pemkab Sumedang,” terang Ida Rosida anak Mang Koko.
Dijelaskan Ida saat dirinya mendapatkan telp dari salah seorang pegawai di Disparbudpora Sumedang, saat itupun dirinya menangis terharu.
Baca Juga:
Petugas Sorlip Surat Suara Pilkada Di Sumedang Jalankan Tugasnya Mulai Minggu 3 November
Susunan Perangkat Daerah Baru Pemkab Sumedang Diantaranya Terbentuk Dinas Kebakaran
Melihat Ketersediaan Anggaran Rehab Kantor Desa Narimbang Akan Dikerjakan Secara Bertahap
” Terus terang saat itupun saya langsung teringat mendiang bapa yang telah meninggal sejak tahun 1985 dan ternyata hasil karyanya masih tetap dikenang,” paparnya.
Mang Koko, siapa tak kenal seniman satu ini, terutama bagi generasi senja. Lagu-lagu ciptaannya kerap kali dinyanyikan dalam ragam acara.
Seniman Sunda legendaris ini, lahir 10 April 1917 dan wafat 4 Oktober 1985. Konon, ia telah mencipta lebih dari 1.000 judul lagu.
Wikipedia mencatat, ayah Mang Koko bernama Ibrahim alias Sumarta. Ayahnya itu masih keturunan Sultan Banten (Maulana Hasanuddin). Ia mengikuti pendidikan sejak HIS (1932), MULO Pasundan (1935).
Baca Juga:
Paslon Bupati / Wakil Bupati Dony Ahmad Munir dan Fajar Aldila Turun Ke Conggeang Kota
Kucing Aneh di Jembarwangi Sumedang Mungkinkah Sejenis Prionailurus viverrinus di Bangladesh ?
Pemerintah Desa Bugel Bangun Sarana Olahraga Untuk Mendongkrak Ekonomi Masyarakat
Selepas masa pendidikan ia bekerja sejak 1937 berturut-turut di Bale Pamulang Pasundan, Paguyuban Pasundan, De Javasche Bank; surat kabar harian “Cahaya”, dan harian “Suara Merdeka”.
Lalu bekerja di Jawatan Penerangan Provinsi Jawa Barat dan menjadi guru yang kemudian menjadi Direktur Konservatori Karawitan Bandung (1961-1973).
Karier yang tak kalah mentereng yakni menjadi dosen luar biasa di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung (sekarang Institut Seni Budaya Indonesia [ISBI]) sampai ia wafat.
Bakat seni yang dimilikinya berasal dari ayahnya yang tercatat sebagai juru mamaos Ciawian dan Cianjuran.
Baca Juga:
Pemdes Sukawangi Kecamatan Pamulihan Terapkan DD Tahap II Diantaranya Rehab Poskesdes
KTH Geger Kibodas Desa Cibubuan Conggeang Membuka Lahan Pertanian Baru 8,8 Hektare
KPU Sumedang Gelar Apel Kesiapan Pelaksanaan Pilgub / Wagub Jabar dan Pilbup / Wabup Sumedang 2024
Darah seninya terpupuk berkat pergaulannya dengan seniman karawitan Sunda, terutama Raden Machjar Angga Koesoemadinata.
Selama hidupnya dalam berseni, ia telah mendirikan berbagai perkumpulan kesenian, di antaranya Jenaka Sunda Kaca Indihiang (1946), Taman Murangkalih (1948), Taman Cangkurileung (1950),
Lainnya, Taman Setiaputra (1950), Kliningan Ganda Mekar (1950), Gamelan Mundinglaya (1951), dan Taman Bincarung (1958).
Mang Koko juga sebagai pendiri Yayasan Cangkurileung pusat, yang cabang-cabangnya tersebar di lingkungan sekolah-sekolah seprovinsi Jawa Barat.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Ia juga mendirikan dan menjadi pimpinan Yayasan Badan Penyelenggara Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), Bandung (1971). Pernah pula ia menerbitkan majalah kesenian “Swara Cangkurileung” (1970-1983).
Karya cipta kakawihan yang ia buat dikumpulkan dalam berbagai buku, baik yang sudah diterbitkan maupun yang masih berupa naskah-naskah.
Misalnya “Resep Mamaos” (Ganaco, 1948), “Cangkurileung” (3 jilid/MB, 1952), “Ganda Mekar” (Tarate, 1970), “Bincarung” (Tarate, 1970), “Pangajaran Kacapi” (Balebat, 1973),
“Seni Swara Sunda” atau “Pupuh 17” (Mitra Buana, 1984), “Sekar Mayang” (Mitra Buana, 1984), “Layeutan Swara” (YCP, 1984), “Bentang Sulintang” atau “Lagu-lagu Perjuangan” dan sebagainya
Lagu-lagu Mang Koko yang akrab di masyarakat misalnya “Gondang Pangwangunan”, “Bapa Satar”, “Aduh Asih”, “Samudra”, “Gondang”, “Samagaha”, “Berekat Katitih Mahal”, “Sekar Catur”,
“Sempal Guyon”, “Saha?”, “Ngatrok”, “Kareta Api”, “Istri Tampikan”, “Si Kabayan”, “Si Kabayan jeung Raja Jimbul”, “Aki-Nini Balangantrang”, “Pangeran Jayakarta”, dan “Nyai Dasimah”.
Di antara lagu-lagunya Mang Koko yang terkenal misalnya “Kembang Tanjung Panineungan”, “Kembang Impian”, “Demi Wanci”, “Anggrek Japati”, dan sebagainya.
(Tatang Tarmedi / aneka sumber) ***