HARIANSUMEDANG.COM – Bundaran di depan markas Polres Sumedang lama dikenal sebagai Bundaran Binokasih.
Di tengah bundaran berdiri tugu mahkota kerajaan sebagai gambaran Mahkota Binokasih.
Sebegitu membanggakannya Mahkota Binokasih bagi masyarakat Sumedang, karena ada benang merah sejarah didalamnya.
Menurut Luki Juhari, Ketua Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang, Mahkota Binokasih telah berumur lama ada di Sumedang.
Baca Juga:
” Yang Lain Libur, Kami Tempur” Ungkap Salah Seorang Pemain Tim Sepakbola SMP Negeri 2 Conggeang
Beberapa Kepala Desa Keberatan Dana Desa Dialokasikan 20 Persen untuk Penyertaan Modal BUMDes
SMK Negeri Buahdua Akan buka Stand Teaching Factory ( Tefa ) Pada Milad SMP Negeri 2 Conggeang
” Mahkota Binokasih merupakan repleksi dari simbol legitimasi kemaharajaan Sunda, ” ungkap Luki Juhari.
Menurutnya, Mahkota Binokasih telah dijamin keasliannya, dan kini telah menjadi cagar budaya.
” Yang digunakan pada acara-acara budaya, bukan yang asli, tapi itu duplikat Mahkota Bunokasih, ” terang Luki.
KIsah Mahkota Binokasih Sanghyang Pake itu sendiri dimulai pada masa pemerintahan Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri Raja Sumedang Larang ke 9
Baca Juga:
Dibimbing Nenden Risda Wulandari SMP Negeri 2 Conggeang Rutin Setiap Akhir Pekan gelar Gelinus
Silsilah Kecamatan Darmaraja Berkaitan dengan Sejarah Kerajaan Tembong Agung di Leuwihideung
Kala itu, pengaruh kekuatan Pajajaran sudah melemah di beberapa daerah termasuk Sumedang.
Beberapa daerah dulunya kekuasaan Pajajaran sudah direbut oleh pasukan Surasowan Banten .
Kerajaan-kerajaan bawahan Pajajaran sudah tidak terawasi dan secara de facto menjadi merdeka.
Setelah melihat keadaan Pajajaran yang sudah tak menentu, Prabu Ragamulya Suryakancana memerintahkan empat Senapatinya.
Baca Juga:
Pj Bupati Yudia Ramli Menjajal Lintasan Offroad Kawasan Padayungan Desa Padasari Kecamatan Cimalaka
Sudah Saatnya Guru Fokus Kepada Fungsi Mendidik dan Mengajar Bukan di Luar Fungsi itu
Baznas Sumedang Gelar Rapat Tetapkan Besaran Zakat Fitrah dan Fidyah Jelang Ramadhan 1446 Hijriah
Berangkatlah empat Senapati Pajajaran yang menyamar sebagai Kandaga Lante bersama rakyat Pajajaran yang mengungsi.
Dii tengah perjalanan rombongan dibagi dua, ronbongan pertama meneruskan perjalanan ke Sumedang dan rombongan lainnya menuju ke arah pantai selatan.
Ratu Pucuk Umum dan Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante. Mereka dipimpin oleh Sanghyang Hawu atau Jaya Perkosa.
Mereka adalah Batara Dipati Wiradidjaya (Nangganan), Sangyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot yang membawa pusaka Pajajaran
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Mahkota Binokasih” yang dibuat pada masa Prabu Bunisora Suradipati (1357 – 1371). Mahkota tersebut kemudian di serahkan kepada penguasa Sumedanglarang.
Pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya dinobatkan sebagai raja Sumedanglarang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601),
(Tatahg Tarmedi) ***