HARIANSUMEDANG.COM – Suksesnya pendidikan nasional salah satunya ketika masyarakat bergairah dan tidak terbebani untuk mensekolahkan anaknya.
Sebenarnya, Pemerintah Pusat telah lama merancang untuk menuju ke arah itu, diantaranya dengan menggulirkan Bantuan Operasionsl Sekolah (BOS).
Dengan BOS, sekolah tidak perlu lagi membuka kran pungutan terhadap orang tua siswa, peruntukannya jelas untuk menurltupi kebutuhan sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Subianto Sebut Rakyat Perlu Pupuk, Bibit, Sekolah Diperbaiki, Tak Usah Seminar Lago
Masalah Bilateral Termasuk Tenaga Kerja Sepakat Kita Tertibkan, Prabowo Subianto ke Malaysia
Dalam Permen tadi disebutkan dana BOS yang dikelola langsung oleh sekolah harus diterapkan dengan prinsip manajemen berbasis kebutuhan sekolah.
Dari itu sudah jelas, BOS diciptakan terutama untuk menutupi kebutuhan sekolah sesuai rencana yang telah disusun oleh pihak sekolah.
Dengan kata lain, rencana harus menyesuaikan dengan besaran nilai BOS, sehingga pihak sekolah tidak perlu lagi mencari alasan untuk memungut dari orang tua siswa.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai ada tiga pihak diduga selalu menjadi aktor pungli di sekolah. Sebagaimana dikutif Media Indonesia.
Baca Juga:
Program Makan Bergizi, Refleksi Patriotisme Prabowo dan Posisi IMO-Indonesia
Konser Musik Kebangsaan Pesona Tanah Dewata ‘Musik Adalah Bahasa Universal’
Mereka ialah oknum pihak sekolah, komite sekolah, dan koordinator kelas (korlas). Karena itu, dia menegaskan komite sekolah dan korlas yang dibentuk untuk mempersubur budaya pungli perlu dibubarkan.
“Biasanya, pungli terjadi karena didasarkan atas rekayasa kebutuhan pendanaan sekolah yang kurang. Yang sering terjadi antara lain pungli berkedok pungutan uang infak,
uang seragam, uang gedung, uang study tour, uang ekstrakurikuler, uang buku ajar dan LKS, uang wisuda, dan masih banyak yang lainnya,” tambahnya.
Oknum pimpinan sekolah berperan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Biasanya, RAPBS ini disusun secara sepihak, serta kurang partisipatif dan tidak transparan.
Baca Juga:
Penangkapan Bandar Judi Togel di Medan Berikut Barang Bukti Buku Tafsir Mimpi
Presiden Prabowo Subianto Sumbang Lahan Pribadi Seluas 20 Ribu Hektar untuk Konservasi Gajah di Aceh
Cek Potensi Bahan Makan Bergizi Gratis, Prabowo Subianto Kunjungi Tambak Ikan Nila Salin di Karawang
Dokumen RAPBS itulah yang akan dijadikan dasar legitimasi oleh komite sekolah untuk melakukan pungli. Ubaid menyebut komite sekolah beralasan pungutan itu untuk menunjang proses pembelajaran.
Selama tiga pihak ini dapat bergerak bebas, Ubaid mengatakan pungli akan tetap lestari di sekolah. Karena itu, untuk menghentikan praktik pungli yang sangat meresahkan orangtua peserta didik di sekolah, JPPI menuntut agar komite sekolah dan korlas abal-abal segera dibubarkan.
Lembaga yang mestinya berperan sebagai controlling agency di sekolah, ternyata malah menjadi centeng sekolah untuk melakukan pungli.
” Ini bisa begini karena banyak komite sekolah yang abal-abal.
Alias proses pembentukannya dan komposisinya tidak sesuai. Mestinya dibentuk secara partisipatif, ternyata banyak yang diangkat melalui mekanisme abal-abal berdasarkan petunjuk (ditunjuk) kepala sekolah,” kata Ubaid.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
“Kami juga minta untuk bubarkan korlas. Ini dibentuk oleh komite sekolah sebagai kepanjangan tangan untuk memuluskan agenda pungli di kelas-kelas, dan berhadapan langsung dengan wali murid/orangtua.
Bahkan, dia bisa berperan bak debt collector jika ada orangtua yang tidak bayar pungutan. Karena itu, bubarkan saja struktur korlas di kelas-kelas, karena selalu meneror orangtua murid,” tambahnya. ( Tatang Tarmedi ) ***