HARIANINDONESIA.COM – Prof Dr H Ahmad Qurtubi, MA, telah resmi dikukuhkan menjadi Guru Besar di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada Rabu, 27 Desember 2023.
Qurtubi telah dikukuhkan menjadi Guru Besar di bidang Manajemen Pendidikan berdasarkan SK (Surat Keputusan) Menteri Pendidikan Nasional & Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor : 46275/M/07/2023 tanggal 25 Agustus 2023.
Dalam pengukuhan tersebut beliau menyampaikan pidato bertajuk “Strategi Kebijakan Pengelolaan Perguruan Tinggi di Era Disrupsi Digital.” H. Ahmad Qurtubi menyoroti transisi global saat ini menuju revolusi industri keempat, yang ditandai dengan munculnya ekonomi digital, coding, big data, dan kecerdasan buatan.
Ia menekankan bahwa Revolusi Industri 4.0 yang akan datang pada tahun 2025 diperkirakan akan berdampak pada jutaan lapangan kerja manusia.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Subianto Sumbang Lahan Pribadi Seluas 20 Ribu Hektar untuk Konservasi Gajah di Aceh
Sekitar 97 juta lapangan kerja baru diperkirakan akan menggantikan 85 juta lapangan kerja yang sudah ada (WEF, 2020-Satria: 2023).
“Dunia usaha dan dunia industri (DUDI) serta perkembangan teknologi semakin cepat dengan hadirnya teknologi terbarukan (renewed) yang sophisticated.
Maka, mau tidak mau diperlukan SDM yang kompeten dan kompetitif. Lantas bagaimana kesiapan perguruan tinggi menghadapi era tersebut?,” kata Prof. Dr. H. Ahmad Qurtubi, MA.
Selain itu, pria lulusan Post-Doctoral di Seoul National University, Korea Selatan tersebut juga menyampaikan bahwa perpustakaan juga mengalami perubahan dari model yang berfokus pada koleksi menjadi model yang lebih berorientasi pada layanan secara keseluruhan.
Baca Juga:
Cek Potensi Bahan Makan Bergizi Gratis, Prabowo Subianto Kunjungi Tambak Ikan Nila Salin di Karawang
Pilkada Jawa Barat 2024, Pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan Menang hingga di Atas 60 Persen
Transisi ini menjadi tidak dapat dihindari, mengingat mahasiswa, dosen, dan peneliti berada dalam lingkungan informasi yang kaya akan sumber daya dan informasi di berbagai bidang pendidikan.
Hal ini diungkapkan oleh seorang lulusan Post-Doctoral dari Seoul National University, Korea Selatan.
“Peran perpustakaan kini tidak hanya untuk mengoleksi buku-buku cetak tetapi juga sebagai bagian dari sistem jaringan yang masif di dunia global.
Dalam konteks ini ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan yakni identitas, alur kerja dan output lokal yang tidak dapat terpantau saat berbagi publikasi di dunia maya. Mesin sosial dalam skala besar seperti Facebook, Twitter, Wikipedia, dan penelitian kolaborasi antarnegara menciptakan perubahan penting pola sajian perpustakaan,” tambah Prof. Dr. H. Ahmad Qurtubi, MA.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Minta Pemenang Piilkada dan yang Kalah Saling Kerja Sama untuk Layani Rakyat
Termasuk Teknologi MLFF, Pemerintah Indonesia Kaji Teknologi Tol yang Efektif, Efisien dan Terbaik
Rumusan profil lulusan mengidealkan peran profesional dan serangkaian kompetensinya (learning outcomes).
Program Learning Outcomes (PLO) harus selaras dengan deskriptor gelar baik program sarjana ataupun pascasarjana, yang mampu memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing melalui penelitian yang menghasilkan karya inovatif dan teruji.
Lulusan diharapkan mahir memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dalam bidangnya melalui pendekatan interdisipliner atau multidisiplin.
Selain itu, mereka juga harus menunjukkan kemampuan mengelola penelitian dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendapat pengakuan baik ditingkat nasional maupun internasional, seperti yang diungkapkan pria kelahiran Teluknaga ini.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Prof. Dr. H. Ahmad Qurtubi, MA, juga menyatakan bahwa keberhasilan dan mutu suatu lembaga pendidikan diukur dari kompetensi lulusannya dan penerimaannya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, profil lulusan yang terformulasi dengan baik dan tepat sangat penting, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat (DUDI).
Untuk menjawab tantangan tersebut, Prof. H. Ahmad Qurtubi, MA, menekankan perlunya penyesuaian kebijakan pendidikan tinggi dengan era revolusi digital. Hal ini termasuk merekonstruksi kurikulum untuk membekali siswa dengan keterampilan baru, mulai dari coding hingga kemahiran dalam big data dan kecerdasan buatan.
Proses pembelajaran seperti Learning Management System (LMS), blended learning, dan e-learning, juga harus diterapkan oleh perguruan tinggi. Profil lulusan harus dirancang dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
“Lulusan seperti apa yang akan dihasilkan oleh program studi (outcomes)?” kata pria yang menyelesaikan studi S3 di Universitas Negeri Jakarta ini.
Keberhasilan dan pengakuan suatu lembaga pendidikan tinggi ditentukan oleh beberapa indikator. Hal ini termasuk menghasilkan lulusan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang memadai dan penilaian yang objektif dan terstandarisasi yang menghasilkan predikat cumlaude.
Kemampuan sebuah universitas dalam membimbing lulusannya agar diakui oleh dunia kerja dan masyarakat inilah yang meningkatkan reputasinya di mata calon pendaftar.
Sementara itu, hasil yang dicapai harus memenuhi kebutuhan masyarakat, lembaga pemerintah, dan dunia usaha, yang pada dasarnya memenuhi kebutuhan sektor dunia usaha dan industri (DUDI).
Secara historis, para profesional di bidang angkatan kerja dan sektor industri (DUDI) menganggap bahwa inovasi universitas tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Sebaliknya, perguruan tinggi merasa DUDI kurang mengapresiasi penelitian dan inovasi universitas.
Permainan saling menyalahkan ini harus dihentikan. Terlepas dari itu, keberhasilan inovasi unggul sangat bergantung pada kualitas penelitian dan anggaran yang dialokasikan.
Institusi pendidikan tinggi tentunya ingin menghindari konsep the valley of death (lembah kematian) yang menggambarkan kesenjangan antara akademisi dan DUDI dalam pengembangan produk.
Dalam pidato penutupnya di hadapan sidang terbuka senat di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Prof. H. Ahmad Qurtubi, MA, menyampaikan bahwa matinya sebuah brand pada hakikatnya adalah karena kegagalan membaca masa depan, kegagalan mengantisipasinya, dan kegagalan untuk merespons perubahan. Sebuah universitas akan binasa jika gagal mengantisipasi perubahan.***