HARIANSUMEDANG.COM – Pasal 34 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menetapkan, pemerintah harus menjamin terselenggaranya program wajib belajar tanpa memungut biaya.
Sementara PP No. 18/2022, pasal 80 dan 81 menegaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus membiayai pendidikan dengan alokasi anggaran 20 persen dari APBN atau APBD.
Namun, pendidikan gratis sebagaimana diamanatkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tadi, hingga kini masih berupa impian saja, apalagi untuk jenjang SMA / SMK.
Adalah sosok Jajat Sudrajat, kini Kepala SMA Negeri Tanjungkerta, sejak ia jadi Kepsek di SMA Negeri Jatinunggal, selalu terus berjuang agar sekolah yang dipimpinnya berpredikat sebagai sekolah gratis atau nol rupiah.
Jajat mengaku kepengkuhannya jalankan sekolah gratis karena ingin patuh aturan pemerintah, ” Motivasi keduanya, saya ingin hidup sehat, tidak dibicarakan negatif apalagi diorotes oleh masyarakat, ” ungkapnya.
BACA JUGA:
Pemerintah Jaga Ketersediaan Pupuk untuk Petani Kuningan, Jawa Barat Melalui Pupuk Indonesia
Menurut Jajat Sudrajat, tidak terlalu sulit untuk menerapkan sekolah gratis, asal bisa menyesuaian rencana program dengan anggaran yang ada, pilih perencanaan yang sifatnya standar tapi berkualitas. Jalankan program dengan skala prioritas, ” ujarnya.
Hindari kegiatan yang bisa memancing tumbuhnya pungutan, jalankan program selama bisa dibiayai oleh dana BOS, agar siswa tidak usah membayar lagi.
Untuk acara perpisahan siswa, karena tidak bisa dianggarkan dari dana BOS, bisa dicoba misalnya tempelkan dengan pentas kreasi siswa, sebab untuk kegiatan itu, bisa gunakan dana BOS.
Study Tour, kata Kepsek Jajat, tidak wajib untuk dijalankan, karena akan mengundang lahirnya pungutan, sebagai penggantinya, siswa bisa ditugaskan untuk membuat karya tulis tentang sesuatu di sekitar sekolah.
” Sebenarnya, banyak cara untuk membuat program yang tidak berbayar, asal kita mau menggalinya, ” pungkas Kepsek Jajat. (Tatang Tarmedi) ***