HARIANSUMEDANG.COM — Menaiki tangga demi tangga dengan jerih-payah dan nafas terengah, ternyata aku bisa berdiri di atas tangga langit menyaksikan indahnya keimanan.
Keimananku pada awalnya kabar dari orang-orang yang kupercaya tidak akan membohongiku. Mereka terutama orang tua, Bapak dan Ibu, memberikan pemahaman tentang itu.
Aku telan mentah-mentah pemahaman dari mereka itu, karena aku yakin pemahaman itu tidak akan meracuniku, apalagi mereka katakan , ” Itu keselamatanmu.”
Dan, memang, ketika aku jalankan keimanan itu, hidupku di dunia jadi damai, sejuk dan nyaman. Kondisi ini sebenarnya telah cukup bagiku. Mau cari cara yang mana lagi.
Baca Juga:
Kolam Renang Panyindangan Pilihan Keluarga untuk Berenang Nikmati Sensasi Air Pegunungan
Bulan Purnama Alat Meditasi Untuk Mempercepat Terkabulnya Do’a Kepada Yang Maha Pengatur ?
40 Siswa Peserta Program Pembinaan di Barak Kodim 0610 Mengikuti Tahapan Akhir Program
Tapi, usia kian dewasa, derajat itu kurasakan bagaikan masih di bawah anak tangga. Aku bisa damai, nyaman dan sejuk hidup masih berpondasi dari kabar orang tua.
Memang, dari modal itu saja, aku bisa selamat. Tapi, aku merasa seolah kurang pegangan untuk lebih meyakinkan keimananku.
Aku ingin menaiki tangga lebih atas lagi agar kabar tentang keimanan itu lebih terbentuk lagi wujudnya. Dengan demikian, aku bisa lebih punya pegangan untuk menjalani keimanan itu.
Mulanya aku mendengar sendiri suara keimanan tadi. Suara itu masih terdengar sayup tapi merindingkan bulu kuduk. Aku mematung berdiri menghayati suara keimanan itu.
Baca Juga:
BRIN Membeberkan Kriteria Daging Kurban yang Layak Dikonsumsi Termasuk Memiliki SKKH
Gaya Kepemimpinan Out of The Box KDM Jawa Barat Jadi Titik Perbincangan Nasional
Rumah Makan Leces Gaul Jagonya Sate Dadakan Lokasi Jalan Simpang – Parakanmuncang
Dari semenjak itulah aku semakin yakin bahwa kabar keimanan dari Bapak dan Ibu itu benar adanya. Keimananku semakin kokoh menembus di relung hati paling dalam.
Tapi, manusia kadang bisa serakah akan kepemilikan sesuatu. Akupun begitu, diam di tangga keimanan itu terasa kurang cukup, aku tidak ingin hanya mendengar, namun ingin melihat sendiri bentuk keimanan tadi.
Kunaiki anak tangga berikutnya, terus kunaiki hingga seperti berada di ujung langit. Aku bergetar merasakan begitu tingginya jarak hingga ke bawah.
Namun di tengah ketakutan akan ketinggian itu, aku seperti melihat wujud keimanan yang selama ini kupegang. Ia tampak utuh, suara dan bentuknya.
Baca Juga:
Pemdes Cimarias Kecamatan Pamulihan Bangun Sarana Peribadatan Buat Perangkat Desa dan Warga
Dengan Mesin Fast Pyrolysis 5.0. Sampah Plastik Bisa Dijadikan Bahan Bakar Setara Solar
Mantra Manjur Warisan Leluhur Atasi ‘Kabeureuyan ‘ Boleh Coba Keampuhannya
Baru aku paham, keselamatan dari keimanan yang aku pegang tidak perlu berisiko menaiki anak tangga. Karena nilai keselamatannya sama saja dengan keimanan karena kabar.
Hanya bedanya, mereka yang miliki derajat keimanan dengan bisa melihat utuh wujud keimanan itu bisa lebih meyakinkan dan bersyiar kepada orang-orang.
Karena pada hakekatnya, perjalanan menaiki anak tangga keimanan tadi, adalah pendulangan akan nilai-nilai firman-firman kitab kesejatian diri. ( Tatang Tarmedi ) ***