HARIANSUMEDANG.COM — Menaiki tangga demi tangga dengan jerih-payah dan nafas terengah, ternyata aku bisa berdiri di atas tangga langit menyaksikan indahnya keimanan.
Keimananku pada awalnya kabar dari orang-orang yang kupercaya tidak akan membohongiku. Mereka terutama orang tua, Bapak dan Ibu, memberikan pemahaman tentang itu.
Aku telan mentah-mentah pemahaman dari mereka itu, karena aku yakin pemahaman itu tidak akan meracuniku, apalagi mereka katakan , ” Itu keselamatanmu.”
Dan, memang, ketika aku jalankan keimanan itu, hidupku di dunia jadi damai, sejuk dan nyaman. Kondisi ini sebenarnya telah cukup bagiku. Mau cari cara yang mana lagi.
Baca Juga:
Jari-jari Anda memberi tahu banyak hal tentang kepribadian Anda. Jenis jari apa yang Anda miliki?
Sumedang Membutuhkan Sosok Pemimpin Berkarakter ‘ Dasa Marga Raharja ‘
Pil KB Untuk Pria Kini Dalam Proses Pengujian 16 Pria Inggris Terlibat Didalamnya
Tapi, usia kian dewasa, derajat itu kurasakan bagaikan masih di bawah anak tangga. Aku bisa damai, nyaman dan sejuk hidup masih berpondasi dari kabar orang tua.
Memang, dari modal itu saja, aku bisa selamat. Tapi, aku merasa seolah kurang pegangan untuk lebih meyakinkan keimananku.
Aku ingin menaiki tangga lebih atas lagi agar kabar tentang keimanan itu lebih terbentuk lagi wujudnya. Dengan demikian, aku bisa lebih punya pegangan untuk menjalani keimanan itu.
Mulanya aku mendengar sendiri suara keimanan tadi. Suara itu masih terdengar sayup tapi merindingkan bulu kuduk. Aku mematung berdiri menghayati suara keimanan itu.
Baca Juga:
Pecinta Batu Akik Menanti ‘Demam Batu Akik’ Kapan Menjangkit Negeri Ini Kembali
Perlu Anda Ketahui Sepuluh Trik Kunci Rahasia di Komputer Yuk simak selengkapnya
Kontroversi Penggunaan AI dalam Seni Apakah Ini Masa Depan atau Ancaman bagi Seniman?
Dari semenjak itulah aku semakin yakin bahwa kabar keimanan dari Bapak dan Ibu itu benar adanya. Keimananku semakin kokoh menembus di relung hati paling dalam.
Tapi, manusia kadang bisa serakah akan kepemilikan sesuatu. Akupun begitu, diam di tangga keimanan itu terasa kurang cukup, aku tidak ingin hanya mendengar, namun ingin melihat sendiri bentuk keimanan tadi.
Kunaiki anak tangga berikutnya, terus kunaiki hingga seperti berada di ujung langit. Aku bergetar merasakan begitu tingginya jarak hingga ke bawah.
Namun di tengah ketakutan akan ketinggian itu, aku seperti melihat wujud keimanan yang selama ini kupegang. Ia tampak utuh, suara dan bentuknya.
Baca Juga:
Belaian Sensitif Patah Tulang Penis Hingga Kontrasepsi Kuno Perlu Pasutri Ketahui
Suku Asmat Dari Pemburu Pemuja Kayu Hingga Pengukir Karya Seni yang Megah
Apakah minyak ikan bermanfaat atau berbahaya bagi jantung? Baca Artikel Ini Hingga Akhir Halaman
Baru aku paham, keselamatan dari keimanan yang aku pegang tidak perlu berisiko menaiki anak tangga. Karena nilai keselamatannya sama saja dengan keimanan karena kabar.
Hanya bedanya, mereka yang miliki derajat keimanan dengan bisa melihat utuh wujud keimanan itu bisa lebih meyakinkan dan bersyiar kepada orang-orang.
Karena pada hakekatnya, perjalanan menaiki anak tangga keimanan tadi, adalah pendulangan akan nilai-nilai firman-firman kitab kesejatian diri. ( Tatang Tarmedi ) ***