HARIANSUMEDANG.COM — Menaiki tangga demi tangga dengan jerih-payah dan nafas terengah, ternyata aku bisa berdiri di atas tangga langit menyaksikan indahnya keimanan.
Keimananku pada awalnya kabar dari orang-orang yang kupercaya tidak akan membohongiku. Mereka terutama orang tua, Bapak dan Ibu, memberikan pemahaman tentang itu.
Aku telan mentah-mentah pemahaman dari mereka itu, karena aku yakin pemahaman itu tidak akan meracuniku, apalagi mereka katakan , ” Itu keselamatanmu.”
Dan, memang, ketika aku jalankan keimanan itu, hidupku di dunia jadi damai, sejuk dan nyaman. Kondisi ini sebenarnya telah cukup bagiku. Mau cari cara yang mana lagi.
Baca Juga:
Ramalan Nasib Tahun 2025 Tahun Sisa Nol Kenaikan Derajat Bagi Weton Selasa dan Kamis ?
Tradisi Unik Tahun Baru di 20 Negara Masyarakat Denmark Memecahkan Piring Sebanyak Mungkin
Keindahan dan Sejarah Tahura Gunung Kunci di Sumedang: Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi
Tapi, usia kian dewasa, derajat itu kurasakan bagaikan masih di bawah anak tangga. Aku bisa damai, nyaman dan sejuk hidup masih berpondasi dari kabar orang tua.
Memang, dari modal itu saja, aku bisa selamat. Tapi, aku merasa seolah kurang pegangan untuk lebih meyakinkan keimananku.
Aku ingin menaiki tangga lebih atas lagi agar kabar tentang keimanan itu lebih terbentuk lagi wujudnya. Dengan demikian, aku bisa lebih punya pegangan untuk menjalani keimanan itu.
Mulanya aku mendengar sendiri suara keimanan tadi. Suara itu masih terdengar sayup tapi merindingkan bulu kuduk. Aku mematung berdiri menghayati suara keimanan itu.
Baca Juga:
Kenapa Kucing Takut Dengan Mentimun ? Buah Ini Membuat Kucing Kaget dan Melihat dari Kejauhan
Mobil Listrik: Inovasi Terbaik di Era Baru Otomotif, Mampukah Mengalahkan Mobil Konvensional ?
Guru Besar Universitas Padjadjaran Temukan Terapi Sariawan Berbahan Dasar Alami
Dari semenjak itulah aku semakin yakin bahwa kabar keimanan dari Bapak dan Ibu itu benar adanya. Keimananku semakin kokoh menembus di relung hati paling dalam.
Tapi, manusia kadang bisa serakah akan kepemilikan sesuatu. Akupun begitu, diam di tangga keimanan itu terasa kurang cukup, aku tidak ingin hanya mendengar, namun ingin melihat sendiri bentuk keimanan tadi.
Kunaiki anak tangga berikutnya, terus kunaiki hingga seperti berada di ujung langit. Aku bergetar merasakan begitu tingginya jarak hingga ke bawah.
Namun di tengah ketakutan akan ketinggian itu, aku seperti melihat wujud keimanan yang selama ini kupegang. Ia tampak utuh, suara dan bentuknya.
Baca Juga:
Tim PKM-RE Universitas Padjadjaran Temukan Kombinasi Tanaman Pengobatan Kanker Payudara
Jari-jari Anda memberi tahu banyak hal tentang kepribadian Anda. Jenis jari apa yang Anda miliki?
Sumedang Membutuhkan Sosok Pemimpin Berkarakter ‘ Dasa Marga Raharja ‘
Baru aku paham, keselamatan dari keimanan yang aku pegang tidak perlu berisiko menaiki anak tangga. Karena nilai keselamatannya sama saja dengan keimanan karena kabar.
Hanya bedanya, mereka yang miliki derajat keimanan dengan bisa melihat utuh wujud keimanan itu bisa lebih meyakinkan dan bersyiar kepada orang-orang.
Karena pada hakekatnya, perjalanan menaiki anak tangga keimanan tadi, adalah pendulangan akan nilai-nilai firman-firman kitab kesejatian diri. ( Tatang Tarmedi ) ***